Membedah Sesat Pikir ‘Orang Pintar Tidak Jadi Apa-Apa’

Kata ‘pintar’ itu sendiri seharusnya netral. Lantas, mengapa sekarang jadi kambing hitam?

“Pembangunan tidak hanya dilihat dari sisi fisik tetapi juga dari pembangunan sumber daya manusia.” Demikian tutur Alm. Prof. B.J. Habibie dalam bukunya Detik-Detik yang Menentukan. Di situ tersirat bahwa kemajuan bangsa bergerak linear dengan peningkatan kualitas sumber daya manusianya.

Saat Kepintaran Diubah Jadi Musuh Publik

Masih segar ingatan kita momen Presiden Prabowo mengungkit orang orang yang terlalu pintar terkadang malah tidak menjadi apa apa.

“Karena itu, saya sangat bahagia, saya menerima mandat Oktober 20, mungkin sekarang baru masuk bulan keenam. Tapi dengan niat yang baik dari semua pihak yang diberi amanat oleh rakyat, dengan kebijakan yang masuk akal, bukan kebijakan yang perlu orang terlalu pintar. Kadang-kadang orang terlalu pintar malah nggak jadi apa-apa, ya kan?” ujarnya.

Narasi tersebut menyiratkan bahwa istilah “terlalu pintar” disamakan dengan kerumitan yang tidak produktif, serta tidak mampu membuat kebijakan yang “masuk akal”.

Namun, jika analisa kita cukup jeli, kita akan sampai di kesimpulan bahwa kemampuan menyederhanakan hal rumit hanya bisa dilakukan oleh mereka yang sungguh memahami persoalan secara menyeluruh. Maka, menganggap orang pintar tidak berguna karena hasilnya tampak rumit adalah sebuah sesat pikir tersendiri.

Padahal, dalam kenyataan, ada spektrum yang luas antara “masuk akal” dan “pintar”. Pertama, KBBI mendefinisikan pintar sebagai kemahiran untuk melakukan sesuatu. Kata “pintar” itu sendiri sifatnya netral. Selanjutnya, secara konteks, kepintaran ternyata juga memengaruhi partisipasi politik dan demokrasi. Masyarakat yang melek huruf memiliki kemampuan untuk memahami isu-isu politik, mengikuti pemilihan umum, dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang penting bagi negara. Banyak orang cerdas juga membuat kebijakan yang masuk akal serta berdampak besar.

Saat Data Bicara: Orang Pintar Bukan Beban, Tapi Solusi

Lebih jauh, menurut penelitian “The Impact of Low, Average, and High IQ on Economic Growth and Technological Progress: Do All Individuals Contribute Equally?” oleh Nik Ahmad Sufian Burhan, Mohd Rosli Mohamad, Yohan Kurniawan, dan Abdul Halim Sidek (2014), individu dengan IQ tinggi—yakni kelompok 5% teratas dalam distribusi kecerdasan—memiliki pengaruh paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan inovasi teknologi di tingkat nasional. Peningkatan 1 poin IQ pada kelompok ini berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi sebesar 3,8% dalam periode 1970–2010. Bahkan dalam konteks teknologi, IQ tinggi terbukti lebih kuat memengaruhi jumlah paten yang dihasilkan negara dibandingkan jumlah peneliti profesional yang bekerja di bidang riset dan pengembangan.

Temuan ini diperoleh melalui pendekatan ilmiah menggunakan dua model ekonomi yang diakui secara global: model pertumbuhan Mankiw-Romer-Weil dan model produksi ide dari Furman et al. Dengan menganalisis data dari lebih dari 60 negara, penelitian ini mengintegrasikan variabel IQ ke dalam model, yang secara signifikan meningkatkan kemampuan model dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi dan inovasi. Dalam model inovasi, IQ pada persentil ke-95 bahkan melampaui pengaruh GDP dan jumlah peneliti dalam menjelaskan variasi jumlah paten. Artinya, kecerdasan intelektual bukan hanya potensi teoritis, tapi juga berkontribusi nyata dan terukur terhadap pembangunan.

Berangkat dari sana, anggapan bahwa “orang terlalu pintar tidak akan menjadi apa-apa,” terbukti bertolak belakang dengan bukti ilmiah. Individu dengan kecerdasan tinggi bukanlah kelompok yang tersisih dari arus pembangunan, melainkan aktor utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan inovasi teknologi. Dibandingkan dengan kelompok ber-IQ rata-rata atau rendah, kontribusi kelompok dengan IQ tinggi jauh lebih signifikan dan terbukti secara empiris dalam mempercepat kemajuan negara.

Jika kelompok ber-IQ sedang dan rendah memberikan sumbangsih yang positif namun terbatas, maka kelompok ber-IQ tinggi berfungsi sebagai pendorong utama yang memperbesar dampak pembangunan. Peningkatan satu poin IQ di kelompok teratas bahkan memberikan dampak pertumbuhan ekonomi lebih besar dibandingkan kontribusi kelompok lainnya, serta melampaui efek dari jumlah peneliti profesional dalam hal penciptaan inovasi. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan tinggi membawa keuntungan yang jauh lebih besar bila diberi ruang dan dukungan yang tepat.

Gus Dur: Tradisi Literasi Seumur Hidup

Penulis seketika teringat sosok Alm. KH. Abdurrahman Wahid saat kata “pintar” dikaitkan kembali dengan konteks nasionalisme. Publik di tanah air sangat paham, betapa luar biasa tinggi kegemaran Gus Dur dalam membaca dan mengkaji berbagai isu (tema) sedari kecil. Sebuah kegemaran yang terawat dengan baik di berbagai tempat, khususnya waktu di Yogyakarta dan studi di Mesir.

Sejak muda, cucu Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari itu juga dikenal sebagai kolumnis yang luar biasa produktif. Dan ulasan-ulasannya melalui karya-karyanya, selalu menarik masyarakat untuk menikmatinya.

Tak hanya itu, anak dari Menteri Agama Era Soekarno tersebut berprinsip bahwa dengan menjadi pintar, maka cakrawala pemikiran manusia akan cemerlang, terbuka dan kritis dalam merespons perkembangan zaman dan sosial. Sehingga, dengan hal itu manusia bisa menolak ketertinggalan dan keterpurukan.


Referensi:

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (n.d.). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

2. Burhan, N. A. S., Mohamad, M. R., Kurniawan, Y., & Sidek, A. H. (2014). The impact of low, average, and high IQ on economic growth and technological progress: Do all individuals contribute equally? Intelligence, 46, 1–8.

3. Redaksi Suara Nahdliyin. (2022, April 21). Meneladani spirit literasi Gus Dur. Suara Nahdliyin. https://suaranahdliyin.com/meneladani-spirit-literasi-gus-dur-30155

4. Suryadi, A. (2020, November 25). Gus Dur, literasi, dan kita. Labrak.co. https://labrak.co/2020/11/gus-dur-literasi-dan-kita/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *