Mengurai Krisis Lingkungan di Semarang: GUSDURian dan UIN Walisongo Soroti Bahaya Rob hingga Sampah

SEMARANG – Dalam acara diskusi mengenai lingkungan, Jaringan GUSDURian bersama UIN Walisongo Semarang menggelar acara seminar dengan tema “Mengurai Krisis Lingkungan di Semarang” yang bertempat di ruang Teatrikal Gedung Rektorat Lantai 4 Kampus 3 UIN Walisongo Semarang, pada Rabu siang (15/10). Acara ini berlangsung lancar dan dihadiri lebih dari 200 orang.

Acara ini turut mengundang sejumlah ahli dan aktivis di bidang lingkungan seperti Zaimatus Sa’diyah (akademisi dan peneliti isu lingkungan), Ellen Nugroho (Koordinator Jarilima), M. Abdul Qodir (Pesantren Raudhatus Sholihin Loireng Demak), Sururi (aktivis Mangrove Pesisir Semarang), serta Ahmad Syifaul Anam (dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo).

Acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya kemudian disambung dengan sambutan dari Ahmad Ismail selaku tuan rumah dan Wakil Rektor 2 UIN Walisongo Semarang. Sementara itu Jay Ahmad selaku Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian turut hadir sebagai keynote speaker dan memberikan sambutan.

Menurut Jay Ahmad, acara ini diagendakan di kampus-kampus di Indonesia sebagai bagian realisasi hasil Temu Nasional (TUNAS) Jaringan GUSDURian di Jakarta beberapa bulan lalu. Ia juga menegaskan isu krisis di Semarang bukan lagi menjadi hal yang tidak asing.

“Rob dan sampah menjadi concern yang sedang digarap penyelesaiannya oleh pemerintah Kota Semarang dan di sini sudah hadir para aktivis dan expert yang akan turut mengonsep apa yang bisa kita lakukan untuk lingkungan yang lebih baik,” sambutnya.

Dr. Ahmad Ismail, mewakili rektor UIN Walisongo mengajak lebih dari 200 audiens yang hadir dalam dialog interaktif untuk terus memupuk keberpihakan terhadap isu lingkungan dalam rangka mengikuti perintah Tuhan sebagai khalifah.

“Khalifah bukan kepemilikan yang berarti eksploitasi. Khalifah juga bukan penguasaan yang artinya boleh merusak. Khalifah adalah pemeliharaan. Kita punya tugas untuk melestarikan, merawat,” ujarnya.

Ibnu Al-Ghifari, Koordinator GUSDURian UIN Walisongo Semarang, mengaku pentingnya isu lingkungan digalakkan di lingkungan kampus karena masih jarang dibahas.

“Saya rasa isu tentang lingkungan itu tidak banyak dibahas di kampus. Melihat tokoh-tokoh hebat seperti Pak Sururi, Gus Qodir, Bu Ellen Christy, dan Bu Zaimatus Sa’diyah yang sudah banyak meneliti bahkan pernah melakukan studi ekologi di Belanda membuat saya semangat untuk mulai hidup sebagai pejuang teologi,” ungkapnya.

Sebagai seorang GUSDURian, Ibnu sapaannya, merasa memiliki tanggung jawab moral untuk belajar dan mengkaji isu lingkungan di sekitarnya. Ia menilai bahwa kepedulian terhadap alam adalah bagian dari nilai kemanusiaan yang diajarkan oleh Gus Dur.

Dari para pemateri, Ibnu mengaku mendapatkan penyemangat besar untuk bergerak. Ia sangat terinspirasi oleh kisah Pak Sururi, yang selama lebih dari 30 tahun melestarikan mangrove.

“Kalau dorongan itu tidak datang dari diri sendiri, dari mana lagi gerakan masyarakat akan terbentuk? Perubahan besar selalu dimulai dari dalam diri,” ujarnya.

Diskusi ini juga menjadi daya tarik tersendiri di kalangan audiens karena tema ekoteologi masih jarang dibahas khususnya di Semarang. Nayaka, mahasiswa Sosiologi UIN Walisongo asal Bekasi, menceritakan pengalamannya mengikuti sesi dialog interaktif ini. Dirinya tertarik mengikuti kegiatan ini karena tema yang menghubungkan antara ekologi dan teologi masih jarang dibahas.

“Kita sebagai manusia harus merawat alam dengan baik, karena alam justru yang banyak memberi manfaat untuk kita. Seperti kata pemateri, menanam pohon bisa menjadi berkah bagi keluarga dan menjadi jalan kita mendekatkan diri kepada Allah,” tutur Nayaka.

Setelah dialog interaktif, acara dilanjutkan dengan Forum Group Discussion (FGD) dengan para tokoh lintas iman, akademisi, aktivis lingkungan, dan masyarakat terdampak. Masing-masing dari peserta FGD menyampaikan apa saja yang sudah dilakukan terkait isu agama dan ekologi beserta tantangan yang dihadapi ketika melakukan gerakan.

FGD ini berhasil merumuskan bahwa dibutuhkan ruang konsolidasi bersama sebagai bentuk penyikapan terhadap isu ekologi yang kompleks khususnya di Semarang dan sekitarnya. Disepakati bahwa perlu untuk melakukan pertemuan bersama setiap tiga bulan dan UIN Walisongo Semarang siap memfasilitasi pertemuan tersebut.

Penggerak Komunitas GUSDURian UIN Walisongo Semarang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *