“Saya adalah seorang yang meyakini kebenaran agama saya. Tetapi ini tidak menghalangi saya untuk merasa bersaudara dengan orang yang beragama lain di negeri ini, bahkan dengan sesama umat manusia. Sejak kecil itu saya rasakan, walaupun saya tinggal di lingkungan pondok pesantren, hidup di kalangan keluarga kiai. Tetapi tidak pernah sedetik pun saya merasa berbeda dengan yang lain.”
Demikian antara lain pernyataan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam pidatonya pada acara Perayaan Natal Bersama Tingkat Nasional di Balai Sidang Senayan, Jakarta, Senin (27/12) malam.
Acara Natal yang disiarkan secara langsung oleh seluruh televisi dan radio di Indonesia selama satu setengah jam itu (20.00 sampai 21.30) juga dihadiri Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri, Taufik Kiemas, Ny Nuriyah Abdurrahman Wahid, para tokoh agama di Indonesia, para Duta Besar negara-negara sahabat, pimpinan lembaga tinggi/tertinggi negara, para menteri kabinet, serta pejabat tinggi sipil dan militer.
Acara ini juga ditandai dengan penyampaian narasi Natal oleh Ketua Presidium Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Drs Josephus Theodorus Suwatan MSC dan doa Syafaat oleh Ketua Umum Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Prof Dr Sularso Sopater. Para hadirin juga mendengarkan sambutan dari Ketua Panitia Natal Bersama Umat Kristiani Tingkat Nasional Freddy Numberi (Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara/Men-PAN). Arsitektur acara merangkap sutradara kesenian Natal ini adalah mantan Men-PAN TB Silalahi. Ia mengatakan, “Umat Kristiani, Gus Dur tidak ragu-ragu lagi, merasa bersyukur dalam sejarah republik ini, pidato Gus Dur terhadap umat Kristiani tidak terilai harganya.”
Dalam pidato yang selalu disambut dengan tepuk sorak sekitar 10.000 umat Kristiani yang memadati Balai Sidang Senayan itu, Gus Dur mengatakan pula, “Alangkah sedihnya ketika menginjak usia senja, saya dapati justru anak-anak saya merasa tergoda oleh kenyataan bahwa kita disekat-sekat oleh perbedaan-perbedaan yang sebenarnya tidak ada artinya. Ini yang menyedihkan. Karena proses modernisasi telah memisah-misahkan kita, menyatukan kita di dalam materi yang semakin banyak, tetapi menceraiberaikan kita dari sudut kerohanian kita. Ini tidak boleh terjadi dan tidak dibenarkan terus terjadi.”
“Kalaupun dia yang mencoba memisahkan kita, kita semua harus sadar bahwa persaudaraan yang lebih besar di antara kita memanggil kita bersama-sama untuk meyakini Tuhan masing-masing dengan cara sendiri-sendiri. Karena itu, saya tidak pernah merasa terasing dari saudara-saudara yang beragama lain, Hindukah, Kristenkah, Buddhakah, bahkan terus terang saja, sampai hari ini, saya pun masih menghadapi masalah berat mengenai nasib kaum Konghucu di Indonesia… Ini benar-benar yang menyentuh perasaan. Bahwa di negeri yang demikian kaya, di negeri yang demikian menghargai perbedaan, di negeri yang begitu banyak manifestasi kebudayaannya, justru kita mulai terjangkit kuman perbedaan di antara kita semua. Ini tidak boleh terjadi,” demikian lanjut Gus Dur.
Kemudian Gus Dur menyerukan, “Dalam malam Natal inilah kita teguhkan kembali kepercayaan kita bahwa kita akan tetap terus sebagai bangsa yang sama walaupun berbeda-beda keyakinan. Keyakinan tidak boleh menceraiberaikan kita, karena tantangan kehidupan modern akan membawakan kepada kita sesuatu yang lebih dahsyat. Karena itu kita harus sanggup menghadapi tantangan yang dahsyat itu bersama-sama, bukan tercerai-berai dari satu dengan lainnya.”
“Karena itu, sekali lagi dalam menghadapi malam suci ini, saya ucapkan selamat Natal,” kata Gus Dur.
Gus Dur membuka pidatonya dengan ucapan assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. “Saya sengaja tidak mengucapkan selamat malam, karena kata assalamu’alaikum berarti kedamaian atas kalian, mudah-mudahan kalian diberkati dengan kedamaian,” ucapnya yang diiringi tepuk tangan.
Setelah menyebut Wakil Presiden dan hadirin lainnya, Gus Dur mengatakan, ia merasa ikut bergembira dengan datangnya hari Natal pada tahun ini. “Sukacita ini bukanlah hanya monopoli Anda-anda yang beragama Kristen saja, tetapi adalah kegembiraan kita semua,” ujarnya yang disambut dengan tepuk tangan lagi.
Menurut Gus Dur, merayakan Natal berarti memperteguh kembali ikatan semua pihak sebagai bangsa Indonesia. “Kita meneguhkan kembali keyakinan kita bahwa, integritas teritorial kita adalah bagian yang mutlak dari kehidupan beragama kita,” ujarnya.
“Kita ikut bersedih dengan saudara-saudara kita yang saling bertentangan dengan menggunakan senjata. Bahkan saling berbunuhan. Dalam salah satu pengertian yang sangat besar, yang ada dalam kehidupan kita saat ini. Padahal sudah berabad-abad kita hidup dalam suasana tenang bersama-sama, menciptakan kerukunan yang menjadi sesuatu yang khas bagi kehidupan bangsa kita,” ujar Gus Dur.
Ini, kata Gus Dur, adalah sebuah kesedihan yang amat besar yang hanya dapat dihindarkan atau diatasi oleh komitmen yang lebih besar. “Yaitu komitmen kepada diri kita sebagai manusia dan kemanusiaan itulah yang mengajarkan kepada kita bahwa kita adalah anak dari sebuah bangsa, bersama-sama menciptakan kehidupan di muka Bumi dalam lingkup negara kita. Sebuah negara Pancasila, artinya bukan negara agama.” jelas Gus Dur.
Karena itu, lanjut Gus Dur, malam ini, sebagaimana juga halnya, malam hari raya Idul Fitri yang akan datang beberapa waktu lagi, adalah peneguhan kembali hidup kita sebagai anak bangsa, sebagai orang Indonesia yang ingin tetap utuh wilayahnya dalam kehidupan bersama. “Karena itu kita memohon kepada Tuhan kita semua, kepada Tuhan yang kita yakini, dengan cara masing-masing, mudah-mudahan kita tetap diberi kekuatan untuk menjadi bangsa yang satu, tetap diberi kemampuan unuk memelihara persaudaraan yang sangat besar ini,” kata Gus Dur.
Lalu Gus Dur memberi contoh dari petuah tokoh Nahdlatul Ulama almarhum KH Achmad Sidiq yang mengatakan, orang Islam terkait pada persaudaraan sesama Muslim, persaudaraan sesama bangsa Indonesia, dan persaudaraan sesama manusia. “Ketiga-tiga persaudaraan ini, kesediaan persaudaraan seagama, persaudaraan sesama bangsa dan persaudaraan sesama umat manusia, menghidupi kita semua dalam kehidupan bersama di negeri ini,” ujarnya, yang disambut tepuk sorak hadirin.
Acara Natal bersama umat Kristiani ini juga diwarnai dengan pemunculan koor dari Universitas Sam Ratulangi dari Manado yang membawakan lagu Kita Semua Bersaudara. Juga digelar koor dan tari yang dipimpin dan disutradarai oleh Musafakdawer dari Irian Jaya (Papua -red).
[Berita ini pertama kali dimuat di Harian Kompas]