Komunitas GUSDURian Bone Bolango bersama PMII, GP Ansor, dan Fatayat menyelenggarakan diskusi agenda 17-an dengan tema “Harmoni Agama dan Budaya Masyarakat Gorontalo”. Acara ini sekaligus menjadi rangkaian menuju harlah Gerakan Pemuda Ansor Ke-89 yang digelar di Cafe Rumah TAPA, Kecamatan Bulango Timur, Kabupaten Bone Bolango, pada Sabtu (15/04/2023) lalu.
Diskusi tersebut menghadirkan beberapa narasumber, di antaranya Samsi Pomalingo (Budayawan dan Pembina GUSDURian Sulawesi, Makassar, & Papua), Safitri Djafar (Penyuluh Bahasa dari Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo), Ahmad Nawari (Kepala Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo), dan dimoderatori oleh Maharani Yusuf selaku Ketua Kopri cabang Kota Gorontalo.
Diskusi tema “Harmoni Agama dan Budaya Masyarakat Gorontalo” tersebut bertujuan untuk melestarikan bahasa, ilmu pengetahuan, dan budaya Gorontalo agar para pemuda di kalangan organisasi lebih mengaktifkan gerakan-gerakan budaya dan adat-istiadat Gorontalo ke masyarakat.
Selain itu, diskusi ini juga berguna untuk menjaga kearifan lokal tetap lestari, apalagi hari ini bahasa Gorontalo sudah tidak lagi dilestarikan oleh masyarakatnya sendiri. “Dikarenakan kita sudah mengikuti zaman yang sudah modern, sehingga bahasa dan budaya Gorontalo sudah tidak lagi dilestarikan,” ujar Ahmad Nawari.
Sebagai masyarakat Gorontalo, penting untuk menjaga dan melestarikan bahasa, budaya, dan adat Gorontalo. Sebagaimana diungkapkan salah seorang peserta diskusi, Ikbal Aribe, bahwa bahasa lokal hari ini sudah mulai ditinggalkan sejak dari ranah pendidikan.
“Dalam dunia pendidikan, baik tingkat SD, SMP, SMA, bahkan Perguruan Tinggi, pemerintah daerah khususnya Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo seharusnya bisa mendistribusikan bahasa, budaya, dan adat Gorontalo. Sebab di era tahun 2000-an masih ada yang namanya mata pelajaran Mulok yang berisi pelajaran muatan lokal Gorontalo. Sementara di era sekarang sudah tidak ada lagi yang namanya mata pelajaran mulok tersebut,” ungkapnya.
Pihaknya berharap Pemda Gorontalo bisa mengembalikan pelajaran bermuatan lokal tersebut di dunia pendidikan. “Harapannya, ke depan pihak pemerintah daerah bisa masuk dan memposisikan kembali muatan lokal tersebut ke dunia pendidikan, baik tingkat SD, SMP, SMA, maupun, Perguruan Tinggi yang ada di Provinsi Gorontalo.
Selain itu, diskusi tersebut juga membahas tentang kearifan lokal “Dayango”, di mana dalam pandangan sebagian masyarakat Gorontalo budaya tersebut masih dianggap ajaran sesat, padahal budaya tersebut bernuansa kebaikan.
Forum tersebut berharap agar mendapat dukungan dan bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk melestarikan budaya tersebut. Di samping itu masih banyak lagi budaya Gorontalo yang perlu dikembangkan dan butuh dukungan dari pemerintah daerah.