Jum’at, 9 Juni 2023 para penggerak dan anggota muda Komunitas GUSDURian Banjarnegara melakukan kunjungan ke Gereja Kristen Jawa (GKJ) yang berada di pusat Kota Banjarnegara. Kegiatan ini bertujuan sebagai salah satu upaya merawat jaringan lintas iman yang telah ber-GUSDURian di Banjarnegara.
Pendeta Yakobus dari GKJ Banjarnegara mengatakan bahwa paseduluran (persaudaraan) antarumat beragama sudah seyogyanya dirawat. Gus Pendeta Obus adalah nama panggilan akrab yang didapatnya dari interaksi dengan jejaring lintas iman. Kunjungan yang dilakukan Komunitas GUSDURian Banjarnegara tersebut disambut dengan baik oleh keluarga GKJ Banjarnegara. Dalam interaksinya di Komunitas GUSDURian Banjarnegara, Gus Pdt. Obus sudah cukup lama bergabung. Momentum perjumpaan tersebut menjadi kesan tersendiri dibanding formalitas semata.
Kita harus mengimplementasikan makna toleransi aktif, di mana dalam konteks saling menghormati dapat dilanjutkan dengan interaksi yang lebih intens dalam upaya saling mengenal. Karena syarat untuk saling mengenal adalah keterbukaan diri dalam menerima dan mau memahami satu sama lain. Selain itu, beberapa anggota muda Komunitas GUSDURian Banjarnegara yang mengikuti kegiatan tersebut merasa terkesan akan pengalaman perdana memasuki tempat ibadah sedulur GKJ.
Sudah seyogyanya dalam berproses menjadi GUSDURian upaya untuk mengenal di luar diri termasuk yang berbeda agama yakni dengan melakukan komunikasi berupa dialog. Proses saling mengenal dan belajar dua arah membuat kapasitas dan wawasan menjadi bertambah. Proses membuka pikiran dimulai dengan kesadaran pribadi untuk menerima perbedaan dan mampu menjadi pendengar yang baik. Di awal interaksi biasanya terdapat asumsi pribadi, bahkan kekhawatiran akan ketidaktahuan, namun suara-suara tersebut dijawab dengan proses membuka pemikiran. Asumsi pribadi akan dipertemukan dengan kenyataan atau proses konfirmasi, di mana kita mendapat fakta dan data setelah membuka pemikiran.
Tak cukup berhenti di situ, proses selanjutnya membuka hati yang akan menghasilkan empati. Di fase ini seseorang akan terkoneksi secara emosi akibat dari mau melihat dari perspektif orang lain. Ketika di GKJ, Gus Pdt. Obus menjelaskan tentang GKJ secara hierarkis mulai dari sinode hingga clasis, peribadatan hingga kondisi pemeluk agama Kristen Jawa di Banjarnegara. Interaksi aktif tersebut dapat terjadi ketika suara kekhawatiran mampu diubah dengan keberanian untuk membuka diri. Maka proses penerimaan menjadi penting sebagai kunci di awal dari proses membuka pikiran, lalu dilanjutkan dengan proses membuka hati yang menghasilkan empati dan proses membuka tekad untuk saling mengenal satu sama lain.
Komunikasi dua arah menjadi penting untuk dilakukan karena merupakan salah satu upaya merawat jaringan dalam Komunitas GUSDURian Banjarnegara, salah satunya dengan melakukan Safari Tempat Ibadah. Terdapat proses transfer ilmu dan gagasan di antara keduanya, yang harapannya dari gagasan tersebut meningkat menjadi gerakan dan mewujud dalam karya bersama.
Melalui pertemuan dan dialog ini, resiprokal yang terbangun bukan lagi atas keterpaksaan, melainkan menjadi salingketergantungan dalam bingkai nilai, pemikiran, dan keteladanan Gus Dur yang dapat diimplementasikan. Saling memberi ruang dan membuka diri merupakan upaya nyata yang dapat dilakukan dalam merawat keberagaman, khususnya di Banjarnegara. Harapannya, para stakeholder/pihak-pihak terkait juga memiliki komitmen bersama untuk merawat keberagaman. Jangan sampai pola-pola lama pahlawan kesiangan atau hanya menjadi pemadam kebakaran semata.
Bila kesadaran bersama menciptakan salingketergantungan dapat terwujud, maka kerja-kerja sosial kemanusiaan khususnya di Banjarnegara dapat terjalin dan menyentuh hingga akar rumput, tidak terjebak pada kegiatan seremonial semata. Menjadi penting bahwa pertemuan para stakeholder jejaring Komunitas GUSDURian Banjarnegara dalam bingkai Temu Kebangsaan untuk merumuskan bersama isu-Isu yang sedang berkembang di Banjarnegara.
Bahwasannya kesadaran kolektif menjadi penting dengan menyamakan frekuensi dan meredam egosentris pribadi atau kelompok. Menyadari dan memaknai peran yang akan diambil sesuai kemampuan masing-masing dengan menyelaraskan tujuan, salah satunya yakni Banjarnegara yang lebih inklusif.