Social Media

Adakan Workshop Advokasi Keberagaman di Pontianak, Jaringan GUSDURian Ajak Para Pemimpin Sosial-Agama Gali Potensi Diri

Komunitas GUSDURian Pontianak mengikuti Workshop “Penguatan Jejaring Advokasi Keberagaman Se-Kalimantan” yang diselenggarakan oleh Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian. Kegiatan ini berlangsung dari hari Kamis-Minggu, tepatnya 22-25 Juni 2023 dan bertempat di Hotel Garuda, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Kegiatan ini dibagi menjadi dua kelas, yaitu Youth Leader dan Religious Leader, masing-masing kelas diisi oleh peserta sebanyak 30 orang. Kegiatan workshop kali ini dihadiri oleh tiga narasumber, yaitu Subhi Azhari (Yayasan Inklusif), Sutrisno Subiakto Sutanto (Paritas Institute), dan Jay Akhmad (Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian).

Melalui workshop ini, Jay Akhmad berharap para peserta mampu untuk menguatkan kesadaran dalam meningkatkan potensi diri sebelum melakukan kerja-kerja advokasi.

“Bahaya laten yang sering dianggap remeh oleh para penggerak keberagaman adalah belum selesai dengan dirinya sendiri. Maksudnya, sebelum kita menggerakkan masyarakat ataupun komunitas, kita harus terlebih dahulu mengenali potensi yang ada pada diri kita, agar dalam kerja-kerja advokasi yang kita lakukan bisa lebih ringan dan terarah,” ujar Mas Jay, sapaan akrabnya.

Selama empat hari kegiatan ini berlangsung, para peserta diajak untuk menggali potensi yang ada di dalam dirinya. Para peserta juga dibekali beberapa materi seperti keadilan sosial keberagaman berbasis U-Theory, level of listening, level of sensing, perspektif keadilan sosial, analisis kelas sosial, hingga analisis stakeholder.

Selain itu, peserta juga diberikan materi langsung oleh Trisno S. Sutanto mengenai sejarah singkat dan pengalaman dalam melakukan kerja-kerja advokasi.

“Jika kita melihat sejarah awal dalam gerakan sosial keberagaman di Indonesia, maka Prof. Mukti Ali adalah pencetus dialog lintas agama. Beliau tidak hanya mengajarkan tentang berdialog dalam forum-forum normal saja, tapi lebih kepada ‘live-in‘ atau perjumpaan langsung dengan sumbernya,” katanya.

Apa yang disampaikan oleh Trisno ini sejalan dengan materi sensing yang didapatkan oleh peserta. Materi ini mengajarkan agar para penggerak keberagaman dapat merasakan lebih dalam apa yang orang lain rasakan, agar tidak salah dalam mencari solusi atas masalah yang dihadapi.

Selanjutnya Subhi Azhari yang merupakan Direktur Eksekutif Yayasan Inklusif dalam kesempatannya menyampaikan pandangan Gus Dur mengenai keadilan sosial.

“Pandangan Gus Dur mengenai keadilan sosial ini bersumber dari ajaran Islam, jadi pandangan Gus Dur yang kosmopolit, yang keluar dari kerangkeng identitas agama ini bersumber dari pemahaman agama beliau yang mendalam. Dari Gus Dur kita belajar bahwa semakin dalam pemahaman agama seseorang maka ia akan semakin berlaku adil, begitupun sebaliknya,” jelasnya.

Di akhir kegiatan para peserta dari Youth Leader dan Religious Leader dikumpulkan untuk bersama-sama diajak untuk menikmati nyanyian yang berjudul Sabaye atau sahabat-sahabat Yesus. Lagu ini dibuat oleh teman-teman dari Rumah Belas Kasih, sebuah rumah singgah yang berada di pinggir Kota Pontianak, rumah singgah ini dikelola langsung oleh Suster Paula Magdalena.

Penggerak Komunitas GUSDURian Pontianak, Kalimantan Barat.