Social Media

GUSDURian Serang Akhiri Rangkaian Harlah Gus Dur dengan Diskusi “Bagaimana Perempuan Melihat Gus Dur”

SERANG – Dalam rangkaian kegiatan Harlah (Hari Lahir) Gus Dur yang terakhir, GUSDURian Serang menyelenggarakan diskusi dengan mengusung tema “Bagaimana Perempuan Melihat Gus Dur” yang dilaksanakan di Café Umakite Taktakan, Kota Serang, pada Sabtu (02/09/2023).

Peserta yang hadir dalam diskusi ini terdiri dari berbagai komunitas dan organisasi. Di antaranya adalah Nasiyatul Aisiyah (Muhamadiyah), Lajna Imaillah (Jema’at Ahmadiyah), Fatayat NU Kota Serang, Padepokan Hipnotis Banten, Kopri PMII, IPPNU, dan para mahasiswa dari UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.

Acara kali ini dimoderatori oleh Nita Andriani, penggerak Gusdurian Serang dan ditemani oleh dua narasumber, yakni Ina Salma Febriani dan Yoma Hatima. Keduanya merupakan tokoh perempuan yang aktif di ruang publik, khususnya di lembaga pendidikan. Ina Salma Febriani merupakan dosen di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten dan juga aktif berdakwah pada platform cariustadz.id. Sedangkan Yoma Hatima merupakan dosen di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan juga menjabat sebagai ketua Fatayat NU Kota Serang.

Sebelum acara diskusi dimulai, ada sambutan yang disampaikan oleh Mordenit selaku Koordinator GUSDURian Serang. Mordenit mengatakan bahwa kegiatan diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian acara Harlah Gus Dur dan sudah dilaksanakan sejak akhir juli 2023.

“Acara ini sebetulnya bagian dari rangkaian kegiatan Harlah Gus Dur. Mulai dari akhir Juli 2023 kita sudah melaksanakan berbagai kegiatan seperti donor darah, upacara bendera, nobar yang berkolaborasi dengan banyak pihak, dan donasi Al-Quran serta kitab kuning walaupun tidak seberapa,” ungkap Mordenit.

Ketika acara pembukaan selesai, Nita Andriani selaku moderator mengambil alih acara dan mulai membuka diskusi dengan sedikit memaparkan bagaimana sosok Gus Dur yang semasa hidupnya tidak pernah berhenti berjuang untuk kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, membela kaum tertindas dan minoritas, termasuk membela hak-hak perempuan.

Kemudian Ina Salma Febriani selaku narasumber menceritakan pengalamannya ketika mondok di Pesantren Putri Al-Kenaniyah, Jakarta Timur. Ketika ia masih di pesantren, di sana Gus Dur dan Nyai Sinta Nuriyah sering berkunjung ke pesantrennya. Gus Dur sering menceritakan tentang kesetaraan di saat belum booming seperti sekarang.

“Dulu ketika saya di pesantren, Gus Dur dan Nyai Sinta Nuriyah sering berkunjung. Saat itu Gus Dur sering mengeluarkan pemikiran tentang kesetaraan gender, walaupun pada saat itu saya belum tahu apa yang dimaksud kesetaraan gender,” ujar Ina Salma Febriani.

Menurut Ina, menjadi perempuan yang aktif di ruang publik apalagi ketika menempuh pendidikan S3 sangatlah tidak mudah. Dirinya mengaku sering dilabeli sebagai orang yang terlalu bersemangat belajar padahal ia adalah perempuan.

“Karena mayoritas masyarakat kita masih banyak yang berpikiran patriarkal. Selalu menempatkan perempuan pada ruang domestik. Bahkan ada istilah perempuan itu pada akhirnya akan kembali ke sumur, dapur dan kasur,” tambah Ina.

Sementara itu, Ketua PC Fatayat NU Kota Serang Yoma Hatima mengatakan bahwa menjadi seorang pemimpin itu bukan dilihat dari jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Akan tetapi dilihat dari kompetensi, kapabilitas, dan jiwa leadership-nya

“Di kampus tempat saya bekerja itu cara berpikirnya rata-rata masih bias gender. Ketika ada pemilihan ketua prodi pun yang ditunjuk selalu laki-laki. Padahal ada perempuan yang mempunyai kapasitas yang layak. Karena memilih seorang pemimpin bukan dilihat dari jenis kelaminnya, tapi dari kemampuannya,” ungkap Yoma Hatima.

Gus Dur salah satu tokoh yang tak pernah berhenti membela hak-hak perempuan, tambah Yoma, contohnya Khofifah Indar Parawansa. Khofifah merupakan salah satu perempuan didikan Gus Dur yang aktif di ranah politik, bahkan berhasil menjadi seorang pemimpin di Jawa Timur.

Selain itu, Ina Salma Febriani menambahkan bahwa menjadi perempuan harus belajar dan berpendidikan setinggi mungkin. “Seperti yang kita tahu bagaimana Gus Dur mendidik putri-putrinya menjadi perempuan-perempuan hebat dan berpendidikan tinggi,” pungkas Ina.

Diskusi pun berjalan lancar dan hidup. Para peserta yang hadir sangat antusias dengan tema yang dibawakan pada diskusi kali ini. Mereka berharap, GUSDURian Serang bisa konsisten menyelenggarakan kajian-kajian atau diskusi-diskusi yang mengangkat tema perempuan.

Penggerak Komunitas GUSDURian Banten.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *