TULUNGAGUNG – Senin, 26 Agustus 2024, ratusan mahasiswa dan elemen masyarakat komunitas Tulungagung menggelar aksi massa di depan kantor DPRD Tulungagung. Aksi massa ini berkumpul sekitar pukul dua belas siang menuntut beberapa tuntutan isu nasional menolak revisi UU Pilkada oleh DPR yang dinilai mencederai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan isu-isu lokal yang sama daruratnya di Tulungagung.
Kelvin Ferdinan Rhomadhona selaku koodinator aksi menyampaikan bahwa aksi massa ini dilaksanakan oleh beberapa elemen yang tergabung. “Yang menginisiasi acara ini adalah Komunitas GUSDURian Bonorowo Tulungagung. Yang terlibat dalam aksi ini ada dari aliansi BEM se-Tulungagung, organisasi mahasiswa ekstra kampus baik dari PMII, GMNI, IMM, HMI, serta elemen masyarakat komunitas Tulungagung, yang mana semua ini tergabung dalam aliansi mahasiswa dan masyarakat Tulungagung bersatu.”
Setelah massa aksi sampai di depan kantor DPRD, beberapa mahasiswa melakukan orasi menyampaikan keresahan atas hiruk-pikuk demokrasi saat ini dan meminta agar anggota DPRD Tulungagung segera menemui dan memenuhi tuntutan mereka.
Tuntutan yang dibawa oleh para demonstran terdiri dari enam poin baik dari isu nasional maupun lokal. Tiga poin tuntutan isu nasional di antaranya yakni, pertama menuntut pemerintah dan DPR RI menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas pembahasan RUU Pilkada serta meminta maaf atas upaya melawan hukum yang menyebabkan kegaduhan.
Kedua, mendesak KPU RI menjalankan PKPU no. 10 serta memantik putusan Mahkamah Konstitusi no. 60 dan no. 70. Ketiga, mendesak DPR RI untuk pro-aktif mendorong pembahasan rancangan undang-undang perampasan aset tindak pidana.
Kemudian, isu-isu lokal yang dituntut dalam tiga poin tuntutan yakni mendesak DPRD Tulungagung untuk menghadirkan pendidikan gratis untuk seluruh masyarakat Tulungagung dengan menertibkan peraturan daerah yang membatasi komersialisasi pendidikan di bawah wewenang pemerintah Tulungagung.
Kemudian, mendesak DPRD Tulungagung dan pihak terkait untuk melakukan mitigasi sebagai bentuk upaya pencegahan, penanganan, dan penanggulangan bencana pada daerah rawan di Tulungagung. Serta mendesak DPRD Tulungagung dan pihak terkait untuk lebih memperhatikan kebijakan yang berdampak langsung pada sektor parlemen dan kesejahteraan masyarakat Tulungagung.
Saat orasi mahasiswa lantang disuarakan, para demonstran mendesak anggota DPRD untuk keluar menemui massa di depan kantor. Pekikan para demonstran tak henti sampai anggota dewan mau menemui mahasiswa dan masyarakat lainnya. Sebab, menurut penjelasan koordinator aksi, anggota dewan sempat tidak mau menemui peserta aksi massa, yang mana kemudian dilakukan lobi hingga akhirnya mau untuk duduk bersama dan berdiskusi dengan seluruh aksi massa.
“Pada kesempatan itu akhirnya dari anggota dewan yang dalam hal ini diwakilkan oleh Ketua DPRD Tulungagung yakni Bapak Marsono sepakat atau memiliki kesepahaman dengan aliansi mahasiswa dan masyarakat Tulungagung bersatu terkait tuntutan yang telah disuarakan,“ tambahnya.
Usai aksi massa di depan kantor DPRD membuahkan hasil dari penandatanganan oleh anggota dewan, para demonstran berpengharapan baik dan terus mengawal bahwa hasil persetujuan tuntutan tadi benar-benar dikawal sampai pusat.
“Harapan kami kepada DPRD untuk serius menanggapi poin-poin tuntutan dari kami peserta aksi massa dan kepada mahasiswa dan masyarakat yang terlibat dalam aksi massa pada kesempatan kali ini untuk tidak berhenti tetap terus mengawal atas kebijakan dan demokrasi yang ada di Indonesia. Sehingga perjuangan kita semua belum selesai,” pungkasnya.
Perwakilan dari elemen komunitas Forum Perempuan Filsafat (FPF) juga memiliki tujuan dan harapan yang sama atas digelarnya aksi massa. “Karena hasil dari rembukan dengan teman-teman FPF yang lain tuntutan seperti pengesahan RUU mangkrak, itu harus terus diingatkan kepada DPR. Dan segera mendapat angin segar perlindungan hukum kepada kelompok masyarakat yang dilemahkan oleh negara melalui kebijakan-kebijakan tersebut,” ungkap Dian Kurnia Sari.