Deklarasi Marrakesh: Inspirasi dari Piagam Madinah dalam Konteks Indonesia

Deklarasi Marrakesh yang disahkan pada Januari 2016 adalah salah satu langkah monumental dalam memperkuat kerukunan umat beragama di dunia Islam. Deklarasi ini terinspirasi dari Piagam Madinah, sebuah dokumen bersejarah yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW untuk menciptakan perdamaian dan keadilan di tengah masyarakat Madinah yang plural. Dalam konteks modern, Deklarasi Marrakesh bertujuan untuk menegaskan perlindungan terhadap hak-hak kelompok minoritas agama dalam masyarakat mayoritas Muslim, sekaligus mencerminkan esensi nilai-nilai Islam yang mendukung toleransi, kebebasan beragama, dan keadilan sosial.

Pada 9 November 2024, saya mendapat kesempatan untuk membantu Jaringan GUSDURian dalam konsultasi mengenai implementasi Deklarasi Marrakesh di Indonesia yang berlokasi di Hotel Ashley, Jl. Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. Peran saya sebagai translator (penerjemah) untuk Direktur Eksekutif Network for Religious and Traditional Peacemaker, Dr. Mohamed Elsanousi, serta dalam pembuatan minutes of meeting dan catatan ringkasan beserta terjemahannya yang bisa memberikan pelajaran berharga terutama untuk Indonesia.

Salah satu momen paling mengharukan adalah ketika saya mendengar kisah tentang Nabi Muhammad SAW pada abad ke-7 yang pernah mengizinkan umat Kristen Nazareth atau Najran untuk beribadah di Masjid Nabawi. Kisah ini, yang menjadi bukti nyata toleransi Rasulullah SAW, membuat saya menitikkan air mata karena relevansinya dengan kebutuhan dunia saat ini akan harmoni antarkeyakinan.

Deklarasi Marrakesh dan Piagam Madinah

Piagam Madinah yang disusun pada tahun 622 M adalah dokumen pertama yang mengatur kehidupan masyarakat multikultural di Madinah. Dokumen ini memastikan kesetaraan hak dan kewajiban bagi semua kelompok agama, termasuk kaum Muslim, Yahudi, Kristen, dan bahkan beberapa komunitas lainnya yang berada di Madinah saat itu. Beberapa prinsip utama Piagam Madinah adalah:

  1. Kebebasan Beragama: Semua kelompok agama di Madinah diberikan hak untuk menjalankan kepercayaan mereka masing-masing tanpa ancaman atau paksaan.
  2. Keadilan Sosial: Semua warga Madinah dianggap sebagai satu komunitas yang memiliki kewajiban bersama untuk menjaga perdamaian.
  3. Perlindungan Minoritas: Piagam Madinah menjamin hak-hak kelompok minoritas dalam masyarakat mayoritas Muslim.

Sedangkan Deklarasi Marrakesh, yang diadopsi lebih dari 1.400 tahun setelah Piagam Madinah, memperbaharui komitmen dunia Muslim terhadap nilai-nilai ini. Deklarasi ini menyoroti beberapa poin penting:

  1. Hak-Hak Minoritas: Menegaskan kewajiban negara-negara Muslim untuk melindungi hak-hak minoritas agama berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan hukum internasional seperti Resolusi 16/18, yaitu Resolusi Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang bertujuan untuk memerangi intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan berbasis agama atau kepercayaan yang disahkan pada April 2011.
  2. Kebebasan Beragama: Mengakui bahwa kebebasan beragama adalah bagian integral dari ajaran Islam dan hak asasi manusia.
  3. Keberagaman dan Pluralisme: Mendorong umat Islam untuk menerima keberagaman sebagai bagian dari desain Tuhan yang harus dihormati.
  4. Kerja sama Antaragama: Mengajak umat beragama untuk bekerja sama demi mencapai keadilan dan perdamaian.

Indonesia: Jalan Perdamaian melalui Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika

Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, sebenarnya sudah berada di jalan perdamaian yang selaras dengan semangat Piagam Madinah dan Deklarasi Marrakesh. Pancasila, sebagai dasar negara, menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama, yang mencerminkan penghormatan terhadap nilai-nilai agama. Selain itu, Bhinneka Tunggal Ika, semboyan nasional Indonesia, menegaskan pentingnya hidup dalam keragaman.

Namun, perjalanan Indonesia menuju harmoni beragama tidak selalu mulus. Dalam sejarahnya, Indonesia pernah berada di persimpangan jalan ketika Piagam Jakarta, yang mengusulkan penerapan syariat Islam bagi umat Islam, hampir menjadi bagian dari konstitusi. Keputusan untuk menggantinya dengan Pancasila adalah langkah besar yang menunjukkan komitmen bangsa ini terhadap inklusivitas dan keadilan bagi semua warga negara, tanpa memandang agama.

Dalam konteks Deklarasi Marrakesh, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi contoh nyata dalam mengimplementasikan nilai-nilai ini. Konsultasi yang saya ikuti dengan Jaringan GUSDURian menjadi pengingat bahwa Indonesia memiliki kekayaan tradisi lokal dalam toleransi dan perdamaian yang dapat diadaptasi dan diperkuat melalui Deklarasi Marrakesh.

Deklarasi Marrakesh: Peluang bagi Indonesia

Implementasi Deklarasi Marrakesh di Indonesia dapat memberikan beberapa manfaat signifikan:

  1. Memperkuat Perlindungan Minoritas: Dalam konteks Indonesia, ini berarti memastikan bahwa komunitas agama minoritas, seperti Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, dan berbagai kelompok Penghayat Keyakinan suku asli agar mendapatkan perlindungan yang setara.
  2. Mengatasi Intoleransi: Deklarasi ini dapat menjadi rujukan untuk mengatasi tantangan intoleransi yang masih ada di beberapa wilayah Indonesia.
  3. Meningkatkan Kerja sama Antaragama: Dengan belajar dari semangat Piagam Madinah, Deklarasi Marrakesh dapat mendorong dialog lintas agama yang lebih mendalam.

Penutup: Inspirasi untuk Masa Depan

Deklarasi Marrakesh, yang terinspirasi dari Piagam Madinah, adalah pengingat bahwa Islam adalah agama yang mempromosikan perdamaian, keadilan, dan toleransi. Pengalaman saya dalam membantu konsultasi implementasi deklarasi ini memberikan pelajaran mendalam tentang pentingnya memahami sejarah dan nilai-nilai Islam dalam membangun masyarakat yang damai.

Indonesia, dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, telah menunjukkan bahwa kerukunan dalam keberagaman bukan hanya cita-cita, tetapi juga realitas yang bisa diwujudkan. Kisah Nabi Muhammad SAW yang mengizinkan umat Kristen untuk beribadah di Masjid Nabawi menjadi pengingat bagi kita semua bahwa penghormatan terhadap keyakinan orang lain adalah bagian dari ajaran Islam yang paling mulia. Dengan mengadopsi semangat Deklarasi Marrakesh, Indonesia dapat terus menjadi teladan perdamaian bagi dunia.

Memang masih banyak PR (pekerjaan rumah) terkait toleransi dan perdamaian di Indonesia, bukan hanya lintas iman (interfaith), tapi juga di dalam komunitas setiap agama (intrafaith). Bukan hanya kebijakan yang perlu diperbaiki, tapi juga 9 nilai Gus Dur perlu semakin dibumikan dan diinternalisasikan agar tidak terjadi kesenjangan yang semakin luas antara mayoritas dan minoritas, di mana kedua istilah ini pun dirasa kurang nyaman bagi mereka yang tertindas.

Penggerak Komunitas GUSDURian Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *