Komunitas GUSDURian Bone Bolango menggelar Forum 17-an bertajuk “Kemerdekaan dalam Keberagaman” dalam memperingati HUT ke-77 Republik Indonesia, yang dirangkaikan dengan tadarus puisi dan diskusi.
Pendeta Rudi Harlod, salah satu pemantik diskusi tersebut menyampaikan, Konflik Ambon tahun 1999 itu harus kita sadari bahwa bukan karena perbedaan keyakinan, tapi lebih disebabkan oleh pertarungan kekuasaan, kemudian dimanfaatkan.
Kegiatan seperti ini harus dikembangkan lebih lanjut untuk membuka ruang perjumpaan bagi generasi-generasi muda dari berbagai latar belakang agama dan suku yang ada di Provinsi Gorontalo. Harapannya, generasi muda ini nantinya bisa merencanakan dan melaksanakan program-program bersama untuk lebih mengembangkan kerukunan antarumat beragama di Kabupaten Bone Bolango.
“Sebagai generasi muda bisa lebih memperluas pengetahuan dan kemampuannya untuk mencermati dan memahami persoalan-persoalan sosial masyarakat, khususnya yang berhubungan dengan keragaman agama dan keyakinan, membangun komunikasi dan kerja sama yang baik antarpemuda dari berbagai latar belakang agama dan suku, supaya nantinya ada program-program yang bisa bermanfaat bagi masyarakat,” tutupnya.
Tesri Paputungan selaku pemantik kedua pada diskusi tersebut juga menyampaikan, dari film dokumenter ini banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Pertama, konflik tersebut bukan dipicu oleh adanya perbedaan pandangan atau perbedaan keyakinan antara Islam dan Kristen, lanjut Tesri, melainkan lebih pada adanya kepentingan politik dari beberapa oknum, sehingga konflik yang terjadi itu sangat disayangkan karena telah merenggut banyak jiwa.
“Mungkin dari pandangan orang-orang yang melihat konflik ini memandang bahwa ini adalah konflik tentang Islam dan Kristen, tetapi para kenyataannya itu bukan konflik yang terjadi antara Islam dan Kristen. Kita bisa belajar dari konflik tersebut, bagaimana melihat permasalahan tidak hanya dari satu sudut pandang saja, tetapi kita harus melihat dari berbagai sudut pandang,” paparnya.
Kegiatan tersebut turut dihadiri perwakilan organisasi keagamaan, seperti UKM Kristen Oikumene UNG, BEM Ichsan Gorontalo, PMII, GP Ansor, IPNU-IPPNU, tokoh masyarakat, dan para pemuda Bone Bolango.
Mewakili Korwil GUSDURian Sulawesi, Abdul Kadir Lawero menjelaskan, bahwa kegiatan Forum 17-an ini dilaksanakan oleh semua Komunitas GUSDURian di berbagai daerah. Tema “Kemerdekaan dalam Keberagaman” ini, kata Kadir, sengaja diangkat agar tiap warga negara, apa pun agama dan sukunya memiliki hak konstitusi yang sama di mata hukum dan negara wajib melindunginya.
Lebih lanjut, mantan Ketua GP Ansor Kota Gorontalo ini mendorong agar diskusi kali ini bertujuan untuk membicarakan kemerdekaan dan keberagamaan yang tidak sebatas sampai pada tingkat refleksi saja, tetapi harus dijawab melalui kesadaran utuh dan hadir penuh di dalamnya dengan berpijak pada sembilan nilai yang diwariskan Gus Dur.
“Sembilan nilai itu adalah Ketahuidan, Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasan, Kesederhanaan, Persaudaraan, Keksatriaan, dan Kearifan Tradisi,” ujarnya
Kedua, di GUSDURian itu kata Kadir, tidak hanya sebatas berbicara agama, tapi juga menyikapi soal kasus lingkungan dan demokrasi melakukan advokasi kebijakan. Selain itu juga merespons kekerasan terhadap perempuan dan lain sebagainya.
Terkait penggerak di komunitas, Kadir menambahkan, di GUSDURian itu ada penggerak yang dari Hindu, Buddha, dan agama-agama yang lain. “Maka mewakili koordinator Sulawesi, saya men-support kegiatan ini. GUSDURian ini terbuka, terbuka untuk siapa saja yang mau bergabung, belajar serta membangun gerakan bersama,” tutupnya.
Sementara itu, Koordinator GUSDURian Bone Bolango, Rahwandi Botutihe, mengucapkan syukur dan terima kasih banyak kepada seluruh peserta yang hadir dalam Forum 17-an ini. Ia jug melakukan tadarus puisi yang bertajuk “Kemerdekaan dalam Keberagaman”.
“Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada semua yang hadir. Kepada narasumber, peserta diskusi, baik dari kalangan mahasiswa, pemuda, tokoh masyarakat, dan tentu juga kepada para tokoh Nahdlatul Ulama, khususnya yang ada di Bone Bolango ini. Meski konsepnya kali ini bersifat outdoor, tetapi oleh antusias peserta menampilkan puisi keberagaman itu terlihat sangat istimewa,” ucapnya.