Pilkada serentak 2024 telah dilaksanakan. Hasil perhitungan telah terlihat dengan adanya berbagai lembaga survei yang melakukan hitung cepat (quick count). Meski memang tidak bisa dijadikan sebagai validasi kemenangan mutlak tapi dapat menjadi gambaran untuk melihat siapa yang berpotensi besar memenangkan pertarungan.
Satu hal yang menjadi sorotan dalam pilkada kali ini adalah tiga wilayah pemilihan cagub-cawagub yaitu Jakarta, Jawa Tengah, dan Banten. Kenapa? Karena di Pilkada Jakarta terdapat dua pasangan calon (paslon) yang bersaing secara ketat yaitu pasangan Ridwan Kamil-Suswono dan Pramono Anung-Rano Karno. RK-Suswono adalah paslon dukungan KIM Plus dan Pramono-Rano adalah usungan dari PDIP. Hasil dari berbagai quick count menunjukan Pramono-Rano mengungguli pasangan RK-Suswono dan Dharma-Kun Wardana.
Begitu juga dengan Provinsi Jawa Tengah, terdapat dua pasangan calon yaitu Andika Perkasa-Hendrar Prihadi yang diusung oleh PDIP dan Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen yang diusung oleh Gerindra dan KIM Plus. Hasil dari quick count menunjukan pasangan Luthfi-Taj Yasin lebih unggul dari paslon Andika-Hendrar.
Dan yang paling memberikan kejutan adalah pilkada Banten, di mana pasangan Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi berdasarkan hasil hitung cepat kalah dari Andra Soni-Dimyati Natakusumah. Padahal hasil survei sebelum dilaksanakannya pilkada menunjukan bahwa tren Airin lebih tinggi dan stabil dari Andra Soni dan diunggulkan karena bagian dari keluarga dinasti Atut yang selama ini menguasai Banten.
Dari ketiga daerah pilihan tadi, pasangan yang mendapat endorsement (dukungan) dari Prabowo (presiden terpilih) dan Jokowi (mantan presiden) berhasil memenangkan suara lebih tinggi dari pasangan lainnya. Untuk Pramono sendiri meski lebih unggul dari Ridwan yang diusung KIM Plus, dikarenakan kantong suara dari pemilih Anies Baswedan yang juga memberikan endorsement kepada pasangan Pramono-Rano.
Lalu, bolehkan presiden mendukung paslon dalam pilkada? Perlu diketahui bahwa presiden termasuk ke dalam kategori pejabat negara. Menurut Pasal 1 angka 7 UU Keprotokolan, definisi pejabat negara adalah pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana yang dimaksud dalam UUD 1945 dan pejabat yang secara tegas ditetapkan dalam undang-undang.
Kemudian, dalam Pasal 58 huruf a UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara secara tegas menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden merupakan pejabat negara. Dalam pilkada, terdapat larangan terhadap Presiden selaku pejabat negara untuk membuat keputusan dan/atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Hal ini diatur dalam pasal 71 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Artinya, memberikan dukungan atau keberpihakan secara terang-terangan jelas merupakan tindakan yang dapat menguntungkan serta merugikan pasangan calon lainnya.
Siapa pun pasangan calon yang didukung langsung oleh presiden yang sedang berkuasa memiliki kans yang lebih besar untuk menang, berkaca pada pilpres lalu di mana Prabowo dan Gibran yang didukung penuh oleh Jokowi selaku presiden berhasil memenangkan pilpres. Pola ini kembali berlanjut untuk memastikan kader dan paslon yang didukung Prabowo juga mengikuti jejak Jokowi. Hasilnya, tiga daerah dukungan Prabowo berdasarkan quick count memenangkan pertarungan yaitu Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Selain itu, mengutip Tempo.co (27/11/2024), di antara 545 daerah yang menggelar pilkada terdapat 37 pasangan calon tunggal yang melawan kotak kosong. Sesuai dengan catatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), jumlah pilkada dengan calon tunggal di 2024 merupakan yang tertinggi sejak Pilkada 2015.
Menurut Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt melalui tulisannya dalam buku How Democracies Die (2019) mengatakan bahwa demokrasi bisa mati pelan-pelan. Kematian itu bisa tidak disadari ketika terjadi selangkah demi selangkah. Salah satu yang dapat menyebabkan demokrasi itu mati adalah fenomena kotak kosong dalam pilkada.
Apa yang menyebabkan terjadinya fenomena kotak kosong ini? Selain karena adanya ambang batas yang menguntungkan partai-partai besar yang mendominasi pencalonan juga membuat partai-partai kecil tidak memiliki pilihan selain ikut koalisi. Hal ini menyebabkan calon pemimpin yang potensial tidak bisa ikut kontestasi, sehingga hanya ada calon tunggal kemudian masyarakat dipaksa untuk memilih antara manusia dan kotak kosong.
Konsep yang memaksakan pada pilihan antara calon tunggal dan kotak kosong ini adalah akibat kekuasaan yang menghimpun partai-partai politik untuk tunggal bersuara dan jelas bukan praktik demokrasi yang sehat. Tentu kita tak lupa dengan skandal MK No 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang akhirnya bisa meloloskan Gibran. Maksudnya apa? Adanya keterlibatan kekuasaan dalam hal ini adalah presiden dapat menyebabkan terjadinya penyelewengan kekuasaan.
Terbukti dari pilkada di pulau Jawa, yang berafiliasi dengan KIM Plus atau yang mendapat dukungan langsung Presiden Prabowo berhasil memenangkan pilkada. Akhirnya yang terjadi adalah menguatnya oligarki. Sebuah diktum dari Lord Acton pada abad ke-19, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely” ternyata masih relevan hingga sekarang.