Social Media

Membaca Korelasi Religiusitas dan Nasionalisme menurut Gus Dur

“Indonesia bukan negara agama tapi negara beragama. Ada enam agama yang diakui di Indonesia. Jadi tolong hargai lima agama lainnya .” Gus Dur.

Menyikapi ucapan Gus Dur ini, kita mengetahui bahwa Indonesia merupakan negara yang menghormati dan menjunjung tinggi eksistensi beragam agama. Sebab, Indonesia bukanlah negara yang dimiliki oleh satu kelompok agama tertentu saja, dan mengabaikan keberadaan agama lain.

Pandangan Gus Dur ini semakin relevan di tengah gencarnya upaya segelintir kalangan yang berupaya memainkan slogan khilafah untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Pada saat yang sama, beberapa kelompok di arah yang berlawanan berusaha untuk mengubah gagasan dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk melepaskan nilai-nilai agama, seperti nilai ketuhanan yang termaktub dalam sila pertama Pancasila.  

Berbagai langkah dan upaya yang dilakukan oleh sebagian kelompok ini bertujuan untuk merekonstruksi arah pandangan bangsa berdasarkan perspektif mereka. Tentu saja, hal ini bertentangan dengan harapan dan cita-cita para pendiri dan pejuang bangsa yang mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tidak bersandar pada satu agama maupun pemikiran sektarian, melainkan bersatu dalam bingkai perbedaan, sebagaimana semboyan bangsa Indonesia: Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-beda tapi tetap satu).

Ragam perbedaan pandangan dalam memahami arah dan cita-cita bangsa menjadi permasalahan utama dalam paradigma sebagian masyarakat Indonesia. Jika perbedaan pandangan ini tidak diselesaikan, maka akan menghadirkan perpecahan yang mengindikasikan tidak teraktualisasinya cita-cita dan harapan bangsa Indonesia.

Gus Dur merupakan salah satu tokoh nasional, sekaligus ulama yang memiliki posisi bijak untuk memberikan sebuah formulasi sebagai bentuk perhatian atas kelangsungan bangsa di masa mendatang. Formulasi yang ditawarkan Gus Dur ialah masyarakat Indonesia perlu memahami kembali esensi agama, bukan sebatas memahami simbol dari agama secara hitam dan putih, apalagi mengedepankan formalisasi agama. Esensi agama dapat kita ketahui melalui sikap terbuka kepada kepercayaan lain. Sikap terbuka akan membangun konstruksi pemahaman individu untuk memahami kesamaan ajaran antara setiap agama, sehingga kita dapat mengetahui sebuah ajaran universal dari agama ilahi, yang meliputi tauhid, kemanusiaan, keadilan, persatuan, dan kebebasan.

Setelah mengetahui ajaran universal ini, kita perlu menariknya ke dalam sistem dan prinsip bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pancasila, yang meliputi keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemanusiaan, persatuan, kebebasan, dan keadilan. Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa terdapat korelasi antara satu sama lain. 

Sistem demokrasi yang dianut NKRI berusaha untuk membuka pintu kebebasan bagi setiap para penganut agama untuk menghayati keyakinannya seluas dan sedalam-dalamnya, serta menghormati perbedaan keyakinan antara setiap penganut agama.

Kebebasan berkeyakinan dan bersifat terbuka, merupakan karakter yang sudah tertanam dalam diri bangsa Indonesia sejak dulu. Hal ini dapat diketahui melalui catatan sejarah bagaimana orang-orang Indonesia menerima berbagai agama secara damai dan sikap toleransi yang dijunjung tinggi antarsesama pemeluk agama yang berbeda.

Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa masyarakat Indonesia tidak pernah mempermasalahkan status perbedaan, melainkan memahami di balik setiap perbedaan keyakinan terdapat sebuah ajaran universal yang membimbing manusia mencapai persatuan dan nilai-nilai kemanusiaan. Penjelasan ini selaras dengan pandangan Gus Dur, bahwa sikap terbuka merupakan formulasi bijak untuk memahami esensi suatu agama.

Di satu sisi, kita juga dapat menggunakan esensi agama ini sebagai sebuah metode untuk membangun prinsip NKRI demi mencapai sebuah cita-cita bersama yang memotret korelasi antara agama dan negara.

Agama dan negara dalam pandangan Gus Dur merupakan dua entitas yang saling mendukung dan menguatkan, bukan sebaliknya. Dalam pandangan Gus Dur, nasionalisme dan relegiusitas tidak perlu dibenturkan, tapi disinergikan untuk mewujudkan cita-cita bersama bangsa Indonesia.

Penggerak Komunitas GUSDURian Tehran, Iran.