Teguhkan Persatuan Bangsa, Jaringan GUSDURian Peringati Hari Toleransi Internasional bersama Dubes Belanda

JOMBANG – Jaringan GUSDURian di bawah naungan Yayasan Bani KH. Abdurrahman Wahid (YBAW) mengadakan rangkaian peringatan Hari Toleransi Internasional yang dimulai di Ndalem Kasepuhan Presiden RI Ke-IV Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Kamis, 16 November 2023

Rangkaian acara yang dimulai pada pukul 12.30 WIB tersebut dimulai dengan penyambutan kedatangan Dubes Belanda di PP Tebuireng oleh putri keempat Gus Dur, Inayah Wahid, dzuriyah (keluarga), sahabat, dan para anggota komunitas GUSDURian.

Dalam acara tersebut turut hadir pula para tokoh pemuka agama, Koordinator Seknas Jaringan GUSDURian, para Korwil GUSDURian Jawa Timur, GUSDURian Mojokerto, GUSDURian Jombang, dan GUSDURian Mojokutho Pare.

Sesi ramah tamah dibuka di Ndalem Kasepuhan Tebuireng sekaligus makan siang bersama, kemudian dilanjutkan ziarah dan tabur bunga di makam Gus Dur.

Acara inti dilaksanakan di GKJW Mojowarno yaitu diskusi yang bertajuk sharing session “Dinamika Hubungan Antaragama di Jawa Timur dan Jombang” yang dipandu oleh Emma Rahmawati.

Dalam acara inti tersebut, dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya kemudian sambutan yang disampaikan oleh Pendeta Muryo Djayadi selaku Ketua GKJW Mojowarno. Selanjutnya sambutan dari Pendeta Natael Hermansyah, Ketua PGIW Jawa Timur.

Jay Akhmad, Koordinator Seknas Jaringan GUSDURian menyampaikan, “Saat ini, sering kali agama itu menjadi pemantik dari setiap konflik yang ada. Konflik muncul karena kita tidak tahu sebenarnya dengan siapa harus berkoordinasi dan berkomunikasi. Seperti yang dikatakan oleh Almarhum Gus Dur, ‘Agama tidak jauh dari kemanusiaan.’ Agama hadir tidak untuk agama itu sendiri. Agama hadir untuk kemanusiaan dan GUSDURian mendorong untuk terjadinya gerakan itu semakin masif.”

Selanjutnya pesan dan kesan yang disampaikan oleh Inayah Wahid, “Saya tidak mau pakai salam yang panjang-panjang, itu buat pejabat. Lagipula itu salamnya cuma enam agama. Itu semakin mengingatkan kita bahwa agama yang diakui cuma enam, lainnya masih didiskriminasi”, pembukaan dalam sambutannya yang mengundang gelak tawa para hadirin.

“Hari ini kita menghadapi banyak krisis. Di antaranya krisis pangan. Kita menghadapi apa yang hari ini disebut sebagai global boiling (pendidihan), bukan hanya pemanasan global lagi. Banyak sekali krisis kemanusiaan yang hari ini terjadi seperti di Gaza. Kita adalah umat beragama yang setiap hari membicarakan persaudaraan. Maka tidak ada gunanya jika itu semua tidak terwujud dalam menghadapi krisis tersebut. Tidak akan terjadi krisis yang hanya memandang agama saja, contohnya krisis pangan hanya untuk Kristen saja, pandemi hanya untuk Hindu saja, mereka tidak pernah bertanya agamanya apa. Dan tidak cukup jika kita hanya bicara tentang bagaimana merawat persaudaraan ini tanpa mengejawantahkannya untuk kelompok minoritas yang belum menjadi bagian dari persaudaraan ini,” lanjut Inayah.

“Sehingga, bekerja sama dan berkolaborasi menuntut kesetaraan. Bapak Ibu semua yang ada di sinilah yang selama ini ada di garis depan merawat persaudaraan ini. Menjaga ikatan dan simpul-simpul ini tetap berjalan dengan baik. Saya harap Bapak Ibu terus maju dan bergerak supaya simpul ini semakin besar. Dan kita semua bisa mencari jalan untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang terjadi hari ini. Agama bukan untuk menang-menangan, semua agama untuk kemenangan bersama,” tutup Inayah dalam pesannya.

Selanjutnya sambutan yang berupa balasan dari Dubes Belanda untuk kerukunan dan keragaman umat beragama yang kurang lebih terjemahannya seperti ini:

“Saya sangat bahagia bisa berada di tengah-tengah tali persaudaraan ini, di tengah-tengah para keluarga dan para murid, pecinta Gus Dur, yang telah kita ketahui Gus Dur adalah presiden keempat Indonesia. Saat mendengar kalian menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya tadi, saya sangat tersentuh dan melihat bahwa lagu ini memiliki kekuatan yang tidak bisa saya ungkapkan keindahannya. Saya sangat senang berada di tengah-tengah persaudaraan dengan rasa toleransi tinggi yang terdiri dari keragaman, perbedaan, semuanya menjadi satu dalam ikatan keluarga.”

Rangkaian acara selanjutnya adalah sharing tentang perkembangan hubungan antarumat beragama yang dialami dan didampingi secara langsung oleh teman-teman komunitas GUSDURian dan para tokoh agama. Selanjutnya penyerahan kenang-kenangan dari pengurus jemaat GKJW Mojowarno untuk Dubes Belanda dan Inayah Wahid. Kemudian dilanjutkan dengan keliling gereja untuk melihat-lihat arsitektur dan keindahan gereja di Jawa Timur. Termasuk Gereja Mojowarno yang keberadaannya masih sangat kental dengan sejarah Belanda pada awal berdirinya.

Kemudian ditutup dengan sesi foto bersama di depan gedung GKJW Mojowarno. Harapannya peringatan hari toleransi internasional ini dapat memberi refleksi kepada kita semua betapa pentingnya menjaga eratnya tali persaudaraan untuk mewujudkan indahnya kebersamaan.

Relawan Rumah Kemanusiaan GUSDURian. Penggerak Komunitas GUSDURian Mojokuto Pare, Kediri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *